BELAJAR PADA PEPALI KI AGENG SELO
Posted by Teddy Wirawan Trunodipo pada Juli 22, 2008
Ditulis oleh Sudadi
Diterbitkan oleh Koran Harian Suara Merdeka; Minggu; 15 Juni 2008
Diringkas oleh T.Wirawan Trunodipo
Ki Ageng Selo adalah tokoh spiritual dari tanah Jawa. Menurut catatan Beliau masih keturunan raja terakhir Majapahit yaitu Brawijaya V. Nama kecilnya adalah Bagus Sogom dan ketika tua berganti nama menjadi Kiai Abdulrahman. Beliau dikenal dengan sebutan Ki Ageng Selo karena tempat tinggalnya di desa Selo, Purwodadi, Grobogan. Kehidupan Beliau pada jaman Demak dan akhir dari masa pemerintahan Sultan Trenggana.
Yang terkenal dari Ki Ageng Selo adalah cerita perihal Beliau yang mampu menangkap petir. Tetapi selain cerita tersebut ada suatu hal yang menari yaitu warisan Beliau tentang Serat Pepali Ki Ageng Selo. Seperti namanya serat ini mengandung pepali (larangan-laranga) dan ajuran untuk mencapai keluhuran dan budi yang mulia. Serat ini terdiri atas 112 pupuh diantaranya: 12 pupuh Dhandhanggula, 80 pupuh Pocung, dan 90 pupuh Dhandhanggula penutup. Secara umum serat ini membicarakan tentang pepali untuk kaum muda, suami istri, dan piwulanng kejawen.
Untuk melihat sedikit isi serat ini akan dikutipkan Serat Pepali Ki Ageng Selo tentang larangan bagi saudara-saudara yang berkeinginan untuk saling menyerang dan mencederai satu sama lain. Kutipan tersebut adalah pupuh 8 Serat Pepali Ki Ageng Selo diramu dalam tembang Dhandhanggula yang bunyinya adalah sebagai berikut,
Aja sira watak sugih wani, Janganlah kamu berwatak sok berani
Aja sira watak ngajak tukar, Janganlah kamu berwatak suka bertengkar
Aja ngendelake ilmune, Jangan mengandalkan ngelmu-mu
Lan aja demen umuk, Dan jangan suka pamer
Aja sira demen nyumpahi, Janganlah kamu suka menyumpahi orang lain
Aja manah angiwa, Janganlah suka berfikiran menyeleweng
Ala kang tinemu, Hal tersebut jelek akhirnya
Sing sapa atine ala, Barang siapa yang hatinya jahat
Nora wurung ing mbesuk nemu bilahi, Ia akan mudah menemui kematian
Wng ala nemu ala. Orang jahat akan menemukan kejahatan
Dari serat tersebut Ki Ageng Selo ingin mengingatkan bahwa seseorang jangan berwatak sok berani. Ketika seseorang ingin bertindak dan berbuat harus dipertimbangkan masak-masak akan akibat, untung, dan ruginya. Maka dikatakan aja sugih wani tetapi lebih baik wani sugih. Orang yang sok berani akan berbuat tanpa banyak perhitungan. Lebih parah lagi kalau watak sok berani dilengkapi dengan watak ngajak bertengkar atau berkelahi. Orang yang suka mengajak bertengkar akan selalu mencari perkara karena di dalam jiwanya sudah terpateri sense of fighting.
Ki Ageng Selo juga mengingatkan agar kita tidak suka pamer (umuk). Sifat ini biasanya dimiliki oleh orang yang rendah diri. Kepamerannya tersebut diunjukkan untuk menutupi kekurangan yang ada pada dirinya. Pamer juga wujud dari kurang percaya diri. Selajutnya Ki Ageng Selo juga mengingatkan untuk tidak mudah menyumpahi orang lain dengan kata-kata jelek. Jika kita melakukan hal tersebut dikawatirkannya semua akan terjadi seperti yang telah diucapkan sebelumnya. Harapnya adalah agar tetap saling mencintai satu sama lain.
Selanjutnya dalam pupuh 45 tembang Pocung yang berbunyi sebagai berikut,
Datan wurung wong ngalah amanggih luhur, Akhirnya orang yang suka mengalah memperoleh keluhuran
Yekti nora cidro, Merendahkan kedudukannya
Yen asih marang sesame, Berani mengalah terhadap sesama
Winales sih sihering sagung manungsa. Akan memperoleh kemenangan jika berani mengalah untuk sesamanya
Perlu diteruskan untuk pupuh 49 yang berbunyi,
Sira lamun tresno sih sesaminipun, Jika engkau mencintai sesamamu
Samaning manungsa, Sesama manusia
Kang samnya ning donya mangkin, Yang bersama hidup di dunia
Sadayanya data ana sinengitan Semua tidak saling membenci
Ki Ageng Selo menganjurkan orang untuk berani mengalah. Ada ucapan yang bijak yaitu wani ngalah bakal luhur wekasane bukanya wani ngalah bakal dhuwur rekasane. Dari ucapan tersebut kita diajak untuk belajar mengalah dan kelak orang lain yang akan mendapatkan keluhuran budi tersebut. Mengalah tidak berarti kalah lebih mengarah pada sikap ngeli (menganyutkan diri) dan bukan pada sikap keli (hanyut). Orang yang menghanyut masih hidup dan selamat sedangkan orang yang hanyut pasti akan mati. Orang yang menghanyut bisa selamat karena bias mengikuti arus yang deras sekalipun ia terengah-engah.
Dari uraian di atas, saya mengajak para pembaca mau berefleksi dengan baik tentang nilai, sikap, dan perbuatan yang baik dan benar untuk diri sendiri maupun orang lain.
JahEkunYit said
Ajaran Ki Ageng mirip dengan ajaran setiap agama
jika semua orang mau belajar tentang kerendahan hati
maka tidak ada yang berantem
Pak, minta dijelaskan perbedaan atara keli dengan ngeli
kalo bisa dengan contoh perilaku yang jelas
terima kasih
teddy wirawan said
keli = hanyut, orang yang keli adalah orang yang hanyut atas sebuah peristiwa atau kejadian buruk. contohnya: orang lain melakukan pengambilan sepion mobil orang dan dirinya melihat tetapi tidak menegur atau melarang malahan menyetujui.
ngeli = menghanyutkan diri adalah sebuah aktivitas atau kegiatan di mana seseorang mngikuti arus yang sedang terjadi tetapi tidak terbawa perjalanannya. contoh adalah ketika orang lagi rame-rame berunjuk rasa menentang sebuah kebijakan. perbuatan yang paling tepat adalah mendengarkan, menerima, dan memilah antara ide-ide yang baik dan yang buruk sehingga tidak perlu mengikuti kelompok yang menyatakan benar atau yang menyatakan salah, hal seperti bukan menjadi bunglon.
Prastowo said
Ki Ageng Selo bisa membuat pepali tersebut apakah akibat dari tersambar petir?
Blitar Blogger dot Com said
thankz gan infonya…